bimbel masuk ui | ptn

Bimbel Masuk UI

Sumitro Djojohadikusumo Itu Guru Kami



BPUI-Sosok Soemitro Djojohadikusumo bagi sejumlah tokoh dan akademisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), sekaligus di mata anak dan cucunya, adalah seorang guru. Mereka tidak hanya belajar tentang keberhasilan dan prestasi Soemitro dalam meletakkan dasar-dasar ekonomi di Indonesia, tetapi juga pada kepribadiannya yang layak ditiru.
Salah satu tokoh yang yang belajar pada sosok Soemitro dalah Dekan FEB UI periode 1988-1994, Prof. Mohammad Arsjad Anwar. Arsjad menjadi salah satu pembicara bedah buku “Soemitro Djojohadikusumo: Jejak Perlawanan Begawan Pejuang” karena dinilai mengenal baik Soemitro. Satu hal yang menarik disampaikan Arsjad mengenai karier Soemitro adalah penilaiannya bahwa sosok Soemitro adalah perancang negara, khususnya dalam bidang ekonomi. Menurut Arsjad, Soemitro sebagai salah satu pendiri FEB UI telah meninggalkan jasa yang besar walau pada awal perintisan, kurikulum yang dirancang Soemitro dianggap sangat mikro. Baru kemudian setelah itu Ekonomi Pembangunan dimasukkan dalam daftar wajib kurikulum.
Tokoh lainnya, Prof. Mayling Oey-Gardiner, bercerita mengenai sisi humanis Soemitro dalam bedah buku hasil kerja sama Pusat Sumber Belajar-FEB UI dan Yayasan Arsari Djojohadikusumo itu. Yang menarik menurut Mayling adalah sisi lain Soemitro yang tidak banyak diketahui publik. “Selain mengurus negara, beliau juga suka sport,” ujar Mayling, perempuan pertama yang menjadi Guru Besar FEB UI, Rabu (11/3/2015) di Pusat Sumber Belajar FEB UI.
Mayling menilai Soemitro memiliki pengaruh yang begitu luas dalam berbagai bidang. Kata penyandang gelar Ph.D. pertama di Indonesia ini, dalam bidang demografi, Soemitro mampu menjalin relasi yang baik dengan semua orang. “Networking itu bahkan sudah dilakukan Pak Soemitro bertahun-tahun lalu. Beliau memupuknya, menjalinnya dengan baik. Itulah yang memperkaya pemikirannya,” ungkap Mayling.
Sementara itu, berbicara mengenai Soemitro dari sisi keluarga, menurut cucunya, Thomas A.M. Djiwandono, M.A., hampir tidak ada yang berbeda dengan apa yang diketahui publik selama ini. Sedikitnya, ada empat hal yang diungkapkan mengenai pribadi Soemitro dari kacamata Thomas. Pertama, menurutnya Soemitro pribadi yang disiplin. Setiap hari, kakeknya itu selalu bangun tidur pada jam yang sama. Kedua, sikap rasional, yang antara lain tergambar dari cara dia menghadapi semua cucunya dengan cara yang berbeda, sesuai dengan kepribadian atau tipikal sang cucu. Selain itu adalah rasa patriotisme dan selera humor. Mengenai selera humor, Thomas mengisahkan saat keluarganya berada di luar negeri dan dijamu dalam acara minum teh. “Opa (Soemitro) tanya, apa ada Teh Banyuwangi. Pelayan menggeleng. Lalu, dia malah minta kopi,” cerita Thomas. Faktanya, kata Thomas, Soemitro adalah penggila kopi.
Thomas juga menyebut Soemitro sebagai guru. Hampir semua hal mengenai perkembangan nasional dan dunia, Soemitro meminta pendapat para cucunya. Itulah yang membuat Thomas menilai sosok Soemitro sebagai guru bagi para cucunya. Hal itu dibenarkan putra bungsu Soemitro, Hasyim Suyono. Menurut Hasyim yang ditemui usai acara, banyak hal yang dilakukan ayahnya dan diakui banyak orang. Baginya, hal tersebut perlu diketahui generasi penerus.
Dalam bedah buku yang dipandu Komara Djaja, Ph.D. ini,  turut hadir Guru Besar FEB UI, Prof. Soebroto. Menurut Soebroto, Soemitro berani mengatakan yang benar dan juga yang salah. Setiap kalimat Soemitro, bagi Soebroto, adalah nasihat yang sangat berharga.
Buku “Soemitro Djojohadikusumo: Jejak Perlawanan Begawan Pejuang” mengisahkan perjuangan Soemitro dalam keluarga, pendidikan, perjuangan diplomasi, dan ketegangan ekonomi semasa hidupnya. Buku setebal 500 halaman itu disusun oleh tokoh pers yang juga pendiri koran Sinar Harapan, Aristides Katoppo, dan ditulis Hendra Cahyono selama setahun. Buku tersebut diterbitkan pertama kali oleh Pustaka Sinar Harapan pada tahun 2000 dan hingga tahun 2014 telah memasuki cetakan ke-4.

Penulis: Dodi Prananda
Editor: Inung Imtihani